Dianggap Gila Setelah Menemukan Islam

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

imusafir
kepada gorontalo maju2020.


Nice story…

" Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia
akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa
dikehendakiNya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak
seakan dia (sedang) mendaki langit. Demikianlah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman"
( Q.S Al An'aam : 125 )


===

Dianggap Gila Setelah Menemukan Islam
Sabtu, 26 Januari 2008

Sebelumnya, ia menikmati hidup dengan hura-hura. Pesta, minum
alkohol, mabuk-mabukkan. Pokoknya chappy." Tapi ia dianggap "gila"
setelah menemukan Islam.

Namanya Yahya Schroeder. Ia muallaf baru asli Jerman. Memeluk Islam
setahun lalu atau tepatnya Nopember 2006. Saat itu ia berusia 17
tahun. Saat remaja lain sibuk mereguk nikmatnya puncak masa remaja,
Yahya justru sedang berada di puncak pencarian spiritualnya. Melalui
situs www.readingislam.com (11/9) ia menorehkan kisah perjalanan
spiritualnya itu kepada publik, semata-mata untuk berbagi pengalaman
dengan sesame saudara se-Islam, terutama yang berdomisili di negara
non-Muslim.

***

Sebagai seorang muallaf, Yahya mengaku lebih mudah mengikuti dan
mengamalkan Islam ketimbang muslim tradisonal yang lahir dan
dibesarkan di Jerman. Ada sebagian pemuda muslim yang lahir disana,
sepengetahuan Yahya, justru ingin dikenal sebagai orang Jerman.
Mereka tidak bangga dengan Islamnya. Bagi mereka Islam hanyalah
sebuah tradisi. Malah ada yang berani menggadaikan keislamannya hanya
agar bisa berganti kewarganegaraan, ungkap pemuda murah senyum itu.
Nauzubillah!.

Memang, seperti diakui Yahya, hidup sebagai seorang Muslim di Jerman
tidaklah mudah.

Jika orang Jerman ditanya apa yang mereka ketahui tentang Islam, maka
mereka akan jawab Islam identik dengan yang berbau Arab. Jadi persis
seperti sebuah simbol operasi dalam matematika, Islam=Arab. Mereka
belum tahu kebesaran Islam yang sebenarnya, imbuhnya.

Masa remaja penuh ceria

Yahya dibesarkan di sebuah desa kecil di pinggiran Potsdam. Ia
tergolong anak keluarga berada. Aku tinggal di sebuah rumah mewah
dengan ibu dan ayah tiriku. Rumah kami memiliki halaman yang cukup
luas dan ada kolam renangnya. Sebagai seorang remaja aku sangat
menikmati hidup ini. Punya banyak teman, kami sering bikin pesta,
minum alkohol, mabuk-mabukkan, dan acara gila-gilaan lainnya. Ya
seperti kebanyakan pemuda Jerman umumnya, Pokoknya happy, ujar Yahya
mengenang.

Kala itu aku punya segalanya; rumah mewah, mobil, uang, dan berbagai
macam jenis mainan canggih. Aku tidak pernah kekurangan uang, tapi
entahlah, aku merasa hidup tidak tenang, selalu gelisah. Kala itu pun
aku berpikir untuk mencari sesuatu yang lain, sambungnya.

Memasuki umur 16 tahun ia bersua dengan komunitas Muslim di kota
Potsdam melalui perantaraan ayah kandungnya. Ayahnya memang telah
duluan memeluk Islam tahun 2001. Ya kendati telah bercerai dengan
sang ibu, namun Yahya senantiasa menjenguk ayahnya sekali dalam
sebulan dan sering pula menghadiri pengajian warga muslim disana.

Secara perlahan, Yahya mulai tertarik dengan Islam. Rupanya sang ayah
memerhatikan gejala itu. Sang Ayah ingin ia belajar lebih jauh
tentang Islam dari orang yang memiliki ilmu yang lebih tinggi. Sejak
saat itu Yahya mulai serius belajar Islam dan menghadiri forum
pengajian rutin setiap bulannya.

Satu ketika, terjadilah sesuatu yang tak diinginkan, yang nantinya
merubah semua jalan hidupnya. Ceritanya, satu hari aku ikut kawan-
kawan pergi berenang. Nah saat melompat ke kolam, aku terpeleset dan
jatuh tidak sempurna. Akibatnya, punggungku mengalami retak berat dan
kepala berbenturan hebat dengan dasar kolam. Cederaku cukup parah
hingga ayah segera melarikanku ke rumah sakit.

Di rumah sakit, dokter menyarankan agar jangan banyak bergerak.
Cedera punggungku cukup parah yang mengakibatkan engsel tangan kanan
bergeser. Katanya: Nak, janganlah banyak bergerak. Sedikit saja salah
bergerak bisa menyebabkan cacat nantinya. Kalimat dokter itu sungguh
sangat tidak membantu. Malah membuatku tertekan luar biasa.

Sejurus kemudian, sebelum dibawa ke ruang operasi, Ahmir salah
seorang sahabatnya berujar. Yahya, hidupmu kini ada di tangan Allah.
Ini mirip seperti sebuah perjudian, antara hidup dan mati. Kini kamu
berada di puncak kenikmatan dari sebuah pencarian. Bertahanlah,
sabarlah sahabat. Allah pasti bantu. Kalimat Ahmir dirasakan Yahya
sangat luar biasa. Ia sangat termotivasi dan semangat hidupnya muncul
kembali.

Operasi berjalan selama lima jam dan aku siuman selepas 3 hari. Saat
terjaga tangan kananku sulit digerakkan. Namun, entah mengapa, aku
merasa orang yang paling bahagia di muka bumi ini. Bahkan kepada
dokter kuberitahukan bahwa aku tidak peduli dengan cedera yang
kualami. Aku justru bahagia Allah masih mengizinkanku hidup, kenang
Yahya.

Dokter mengatakan aku harus tinggal di rumah sakit selama beberapa
bulan. Tapi tahukah kawan, aku dirawat cuma dua pekan saja! Itu
karena aku latihan rutin dan penuh disiplin. Satu hari dokter datang
dan bilang: Hari ini kita coba latihan naik tangga ya. Padahal tanpa
sepengetahuan mereka sebenarnya aku telah melakukan latihan atas
inisiatif sendiri, dua hari sebelum dokter datang, sambungnya.
Begitulah, akhirnya ia dapat menggerakkan kembali tangan kanannya
seperti sediakala dan cuma dua pekan di rumah sakit.

Kecelakaan itu telah mengubah jalan hidupku. Aku jadi suka merenung.
Jika Allah inginkan sesuatu, maka kehidupan seorang individu bisa
berubah hanya dalam hitungan detik. Aku pun mulai serius berpikir
tentang hidup ini dan Islam tentunya. Keinginan untuk memeluk Islam
makin menjadi-jadi, yang berarti harus meninggalkan rumah, keluarga
yang kucintai dan semua kemewahan hidup disana,dungkapnya. Akhirnya
ia memutuskan pindah ke Potsdam.

Kala pindah ke Potsdam Yahya cuma membawa beberapa lembar pakaian,
buku sekolah dan beberapa CD kesayangannya. Ia tinggal sementara di
apartemen ayahnya.

Kecil memang tempatnya, hingga aku musti tidur di dapur. Tapi itu
tidak masalah bagiku. Aku merasa bahagia. Sangat bahagia, persis
seperti kala terjaga dari siuman di rumah sakit selepas kecelakaan
hebat itu.

Mengucap dua kalimah syahadah

Tak berapa lama ia mulai menjalani hari pertama di sekolah. Mendadak
semua serba baru baginya. Apartemen baru, sekolah baru, teman baru
dan pertamakali tanpa keluarga lengkap. Persis sehari selepas hari
pertama di sekolah, ia pun bersyahadah. Begitu teman-teman sekolahnya
tahu ia beragama Islam mulailah mereka mengejek dengan kalimat-
kalimat usil.

Ada teroris, Usamah bin Laden datang,Islam itu kotor. Begitu mereka
mengejek Yahya. Sebagiannya malah ada yang menganggapnya gila. Lebih
parahnya lagi, bahkan ada yang tidak percaya ia orang Jerman asli.

Aku bisa maklumi, karena mereka hanya tahu Islam dari media yang
cenderung memojokkan Islam, tukasnya

Akan tetapi setelah 10 bulan berjalan situasinya benar-benar berubah.
Sikap teman-temannya berubah drastis. Rekan-rekan sekelasnya berhenti
bersikap usil. Malah mereka sering bertanya tentang Islam. Pandangan
mereka tentang Islam pun berubah. Menurut mereka, ternyata Islam itu
cool! Indah! Subhanallah!

Perubahan itu tentu saja tidak serta merta. Secara halus dan perlahan
aku melakukan dakwah di kelas. Tentu saja bukan dengan ceramah agama.
Sikap dan tingkah lakulah yang banyak membantu mereka mengenal Islam.
Percaya tidak, kini aku bahkan punya ruang shalat khusus. Padahal
akukah satu-satunya siswa Muslim di sekolah itu,\u201d ujar Yahya
senang.

Mereka baru tahu ternyata Islam punya adab atau tata tertib dalam
hidup. Yang menarik bagi mereka, Islam tidak ekslusif, tidak
mengelompokkan diri dalam kelompok-kelompok khusus. Seperti di
sekolahku ini, imbuhnya.

Dikatakannya, di sekolah itu ada tiga kelompok utama yakni kelompok
yang suka hura-hura. kongkow-kongkow; lalu ada kelompok punk; dan
satunya lagi kelompok yang suka pesta-pestaan. Setiap orang selalu
mencoba untuk jadi anggota kelompok dari salah satu grup, semata-mata
supaya diterima oleh yang lainnya.

Kecuali aku! Aku tidak masuk kelompok manapun, namun diterima oleh
semua mereka. Aku bisa menjadi teman bagi setiap orang. Tidak perlu
menggunakan pakaian tertentu supaya dibilang cool. Bahkan mereka
selalu mengundangku, demikian juga teman-temanku yang Islam pada
acara-acara mereka, kisah Yahya.

Mereka menaruh respek pada Yahya sebagai seorang muslim. Bahkan lebih
dari itu, jika ada acara mereka secara khusus menyiapkan makanan
halal untuknya. Misalnya acara bakar sate, maka mereka siapkan dua
alat pembakar. Satunya untuk mereka dan satunya lagi khusus untuk
Yahya dan rekan-rekan Muslimnya.

Bukan main! Kini mereka benar-benar terbuka dengan Islam. Aku hanya
berdoa agar Allah beri mereka hidayah. Amiin, harapnya sembari
berdoa.

Selepas memeluk Islam, kesibukan Yahya kini bertambah. Ia menjadi
produser film. YaYa Productions nama perusahaannya yang berlokasi di
Potsdam. Produksinya terutama film-film dokumenter yang kebanyakan
mengisahkan perjalanan hidup seorang muallaf dan kebanyakan dalam
bahasa Jerman dengan terjemahan bahasa Inggris.

Tujuan aku buat film adalah untuk menunjukkan kepada kalangan non-
Muslim bagaimana Islam yang sebenarnya. Jauh dari apa yang
ditampilkan media selama ini. Mudah-mudahan film-film itu bisa
mencerahkan pandangan mereka, ujar Yahya yang meyakini pekerjaannya
itu sebagai bagian dari dakwah. [zulkarnain jalil
(Aceh)/www.hidayatullah.com]

0 comments:

Gorontalo Corner

Recents

Latest Comments

Institut Pertanian Bogor terkini

Eramuslim- Nasional

Template by : Faizal Kasim
RMGB Blog is Powered by Blogger-Image Hosting By TinyPic