FW: Para Ulama Memahami Bid'ah

Salam, Ana dah kirim tulisannx. Smoga dpt menjadi bahan dakwah bagi kita smua. Trima kasih sblmx. Salam, Mansur Martam.


----- Original Message -----
Subject: Para Ulama Memahami Bid'ah
Date: Mon, 24 Mar 2008 12:40:42
From: Mansur Martam <ibnulkhairaat@yahoo.co.id>
To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>

Para Ulama Memahami Bid'ah Di sarikan Oleh: Mansur Martam J   Apa itu bid'ah? Secara bahasa, bid'ah berarti perkara baru dalam agama yang diadakan setelah agama sempurna. [1]. Secara syari'at, (para ulama terbagi dalam dua kelompok mendefenisikannya); Kelompok pertama, 'Izz bin Abd Salam; "bid'ah adalah apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw. Lalu beliau membaginya seiring dengan hukum yang lima . Sehingga menjadi; bid'ah wajib,
bid'ah haram, bid'ah sunah, bid'ah makruh, bid'ah mubah. Untuk mengetahuinya, maka dipakai qaidah syar'i/agama mengkategorikan bid'ah. Jika sesuai dengan qaidah wajib, maka bid'ah menjadi bid'ah wajib. Apabila sesuai dengan qaidah haram, maka bid'ah menjadi haram. Dan begitu seterusnya. (menjadi bid'ah sunah, bid'ah makruh, bid'ah mubah)". [2]. Imam Nawawi ikut menguatkan pengkategorian bid'ah oleh 'Izz bin Abd Salam, sebagaimana katanya; "segala hal yang tidak pernah ada/terjadi pada zaman Rasulullah Saw. disebut bid'ah. Namun bid'ah itu bisa bersifat baik dan buruk". [3]. Kelompok kedua, menjadikan makna bid'ah lebih sempit/khusus dari makna yang dipakai oleh kelompok pertama. Dengan demikian, tidak ada
pengkategorian. bid'ah hanya bersifat satu; tercela. Karena tercela, maka bid'ah hukumnya haram. Yang berada pada kelompok ini adalah; Ibn Rajab al-Hambali. Beliau berkata; " bid'ah adalah hal baru yang diadakan tidak berdasarkan dalil syar'i/agama. Dan apabila berlandaskan dalil (walau hal itu baru diadakan) tidak disebut bid'ah, kendatipun secara bahasa itu termasuk bid'ah". [4].   Kalau diperhatikan dan ditela'ah dengan baik, sebenarnya
dua kelompok di atas sejurus/sepaham/sepakat pada hakikat makna bid'ah. Dan kalau mereka berselisih, itu karena keduanya berbeda paham ketika memahami hadits Rasulullah; "semua bid'ah adalah sesat". [5].   Mari kita menyingkap masing-masing pemahaman mereka terhadap hadits tersebut (semua bid'ah adalah sesat). Namun sebelumnya, patut kiranya kita mengetengahkan ulama-ulama yang sudah dianggap mumpuni dalam hal ini. Antara lain, Imam
Syafi'i, beliau berkomentar; "hal yang baru diadakan itu terbagi dua. Pertama; hal baru yang bertentangan dengan qur'an, hadits, atsar, dan ijma', maka hal ini yang dimaksud dengan bid'ah sesat. Kedua; hal yang baru daripada kebaikan, selama tidak bertentangan dengan yang sudah disebutkan sebelumnya, maka hal ini tidaklah tercela/sesat". [6].   Imam Qazali dalam kitabnya, Ihya , justru lebih mempertegas perkataan Imam Syafi'i, beliau
berkata; "tidak semua bid'ah terlarang. Yang terlarang bila telah berseberangan dengan hadits yang kuat, juga telah mendahului perkara agama". [7]. Imam Nawawi memberikan contoh bid'ah yang baik. Yaitu adat berjabat tangan setelah selesai salat asar dan subuh. [8].     Ibn Atsir membagi bid'ah menjadi dua; bid'ah benar dan bid'ah sesat. Hal-hal yang berseberangan dengan apa-apa yang diperintahkan
Allah dan Rasulullah, dianggap munkar dan tercela. sedangkan hal-hal yang senada dengan kebaikan secara umum, dianggap terpuji. Beliau memperjelas maksud hadits, dengan berkata; semua bid'ah adalah sesat jika berseberangan dengan dasar-dasar syari'at". [9].   Ibn Manzhur juga senada dengar Ibn Atsir. Bahkan lebih merinci. Seperti katanya; bid'ah dianggap terpuji, jika sejalan dengan hal-hal terpuji dalam agama, walaupun tidak pernah
dicontohkan perkara terpuji itu oleh agama. Seperti berbuat sesuatu yang menunjukan sikap dermawan dan menyeru orang lain ke jalan yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah; "barang siapa yang merintis jalan kebaikan maka baginya pahala dan pahala bagi yang melakukannya. Dan barang siapa yang merintis jalan kejahatan maka baginya dosa dan dosa orang yang melakukannya". Juga termasuk dalam perkara terpuji adalah perkataan Umar bin Khattab; "ini adalah sebaik-baik bid'ah", ketika Umar menghimbau kaum muslim untuk salat tarawih berjama'ah. Padahal Rasulullah tidak men-sunnah-kannya. Bahkan Rasul meninggalkannya, tidak mengimami mereka. Begitu pula halnya di masa Abubakar. Kalau ditelusuri, sesungguhnya perbuatan Umar ini termasuk sunnah/bukan bid'ah, kendatipun Umar sendiri menamainya bid'ah. Sebagaimana sabda Rasul; "berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku". Sabdanya juga; "ikutilah dua orang setelahku. Yaitu
Abubakar dan Umar". Dengan
demikian, maka sebenarnya hadits "semua bid'ah adalah sesat" adalah, jika yang dimaksudkan sesuatu yang bertentangan dengan kaidah syari'at, serta tidak sesuai dengan sunnah." [10].   Mayoritas Ulama Membagi Bid'ah
Para ulama yang telah menjadi ikutan umat bersama-sama mengkategorikan bid'ah. Sebagimana yang nampak jelas dalam uraian Imam Syafi' dan pengikutnya; 'Izz bin Abd Salam, Nawawi, dan Abu Syamah. Juga para ulama Mazhab Maliki; Qarafi dan Zarqani. Ulama Mazhab Hanafi; Ibn 'Abidin. Ulama Mazhab Hambali; Ibn al-Jauzi. Ulama Mazhab Zhahiri; Ibn Hazm. Semua mereka satu haluan, sebagaimana yang telah dijabarkan oleh 'Izz bin Abd Salam. [11].   Mereka memberikan contoh, Bid'ah Wajib; menggeluti disiplin ilmu Nahwu. Karena ilmu nahwu adalah alat yang dipakai untuk memahami qur'an dan hadits, maka menggelutinya adalah wajib. Sebab qur'an dan hadits adalah syari'at. Menjaga syari'at adalah wajib. Sebagaimana kaidah menggariskan; "jika kewajiban tidak akan sempurna selain adanya hal lain, maka hal lain tadi menjadi kewajiban juga". Bid'ah Haram; Adanya Mazhab Qadariah, Jabariah, Murji'ah, dan Khawarij. Bid'ah Sunnah; membangun sekolah dan taman, salat tarawih
berjama'ah di mesjid dengan satu imam. Bid'ah Makruh; mendekorasi mesjid, menghiasi qur'an. Bid'ah Mubah; jabat tangan setelah salat.   Pembagian bid'ah ke dalam lima hukum tersebut berdasarkan tiga macam dalil;   Pertama; perkataan Umar bin Khattab tentang salat tarawih berjama'ah di mesjid di bulan ramadhan; "ini adalah sebaik-baik bid'ah". Detailnya; diriwayatkan dari Abdurahman bin Abdul Qari, dia berkata; aku keluar menuju mesjid bersama Umar bin Khattab di malam hari di bulan ramadhan. Orang-orang di mesjid salat tarawih nampak berkelompok-kelompok dengan masing-masing imam dan adapula yang salat sendirian. Umar langsung berkomentar; menurutku, sebaiknya mereka aku kumpulkan kepada satu qari' (imam). Lalu Umar meneruskan tekadnya, mengumpulkan (menjama'ahkan) mereka kepada Ubay bin Ka'ab. Kemudian di malam yang lain aku keluar bersamanya (Umar), kami mendapati orang-orang telah salat berjama'ah dengan satu imam. Umarpun langsung berkomentar;
ini adalah sebaik-baik bid'ah, lebih afdhal lagi bila mereka melakukan itu di akhir malam. (kala itu orang-orang salat tarawih di awal malam).
[12].   Kedua; Ibn Umar menamai dengan bid'ah, salat dhuha secara berjam'ah di mesjid. Padahal hal itu termasuk baik. Detailnya; diriwayatkan dari Mujahid, dia berkata; aku masuk mesjid bersama Urwah bin Zubair, ketika itu Ibn Umar sedang duduk di ruangan Aisyah, di tempat lain, di mesjid orang-orang salat dhuha, kamipun menanyainya tentang salat mereka, dia (Ibn Umar) menjawab; Bid'ah. [13].   Ketiga; hadits-hadits yang membagi bid'ah menjadi bid'ah baik dan buruk, seperti hadits; barang siapa yang merintis jalan kebaikan maka baginya pahala dan pahala bagi yang melakukannya. Dan barang siapa yang merintis jalan kejahatan maka baginya dosa dan dosa orang yang melakukannya sampai hari kiamat. [14].   Kesimpulan, Penjelasan diatas memberikan kita gambaran, bahwa ada dua garis besar pendapat para ulama, pertama; kelompok Ibn Rajab al-Hambali, dkk. Yaitu; perbuatan yang berpahala dan disyari'atkan tidak bisa disebut bid'ah dalam pandangan
syari'at, kendatipun secara bahasa, itu disebut bid'ah. Sedangkan secara detail, pendapat kedua
diwakili oleh 'Izz bin Abd Salam.   Pesan, Hendaknya setiap pribadi muslim menguasai masalah ini dengan baik, ketika dia diperhadapkan dengan masalah-masalah agama.
lebih-lebih bila masalah itu sangat mempengaruhi pemikiran Islam. Tidak hanya sampai disitu, juga dia harus tahu menerapkannya pada masalah-masalah fiqh. Tak lupa, dia wajib memperhatikan etika dan sopan santun dengan saudara muslim lainnya. Ada-ada saja orang bodoh mengklaim orang lain berbuat bid'ah, menuduh fasik, dan mengkafirkan, hanya karena kebodohan dirinya yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya.   Akhirnya, kita berdoa,
semoga kita diselamatkan dari kebodohan.   Wallahua'lam   Salam.   Referensi: [1]. Lisanul Arab , Juz 8, hal.
6. [2]. Qawaidul Ahkam Fi Mashalihil Anam , Juz 2, hal. 204. [3]. Fathul Bari , Juz 2, hal. 394. [4]. Jami'ul Ulum Wal Hikam , hal. 223. [5]. Musnad Ahmad , Juz 3,
hal. 310. dan Shahih Muslim , Juz 2. hal. 592. [6]. Manaqib as-Syafi'i , dan Hulliyah . [7]. Ihya Ulumuddin , Juz 2, hal. 248. [8]. Al-Adzkar [9].
An-Nihayah , Juz 1, hal. 80. [10]. Lisanul Arab , Juz 8, hal. 6. [11]. Qawaidul Ahkam Fi Mashalihil Anam , Juz 2, hal. 205. [12]. Shahih Bukhari , Juz 2. hal. 707. [13]. Shahih Bukhari , Juz 2. hal. 630. [14]. Shahih Bukhari , Juz 2. hal. 705.   
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers


________________________________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

http://id.yahoo.com/

0 comments:

Gorontalo Corner

Recents

Latest Comments

Institut Pertanian Bogor terkini

Eramuslim- Nasional

Template by : Faizal Kasim
RMGB Blog is Powered by Blogger-Image Hosting By TinyPic