Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Terpuji dan Benar

Oleh: Mansur bin Abdul Madjid bin Salim Martam :)

Lahirnya Nabi Muhammad SAW. Merupakan perpanjangan tangan Allah atas bukti kasih sayang Tuhan kepada umat seluruh alam. Sejarah umat manusia telah membuktikannya. Dan terpatri abadi dalam Qur’an, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok “Rahmat” buat alam ini. Rahmat yang tak terbatas adanya. Yaitu rahmat yang menyangkut pendidikan adab dan etika, rahmat yang menunjuki kejalan yang lurus, rahmat yang merubah orientasi hidup dari perbudakan materi kepada iman. Rahmat yang menyinari manusia dizmannya dan zaman-zaman setelahnya, sampai kiamat tiba. “dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka”.[1.]

Maka merayakan hari lahir Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah keniscayaan, bahkan sebaik-baik amal perbuatan, pun sebesar-besar ibadah. Mengapa? Karena dengannya kebahagiaan dan kecintaan kita kepada beliau tersalurkan. Dan cinta kepada beliau adalah pondasi dasar keimanan kepada Allah Ta’ala. “Demi nyawaku yang tergenggang di tangan-Nya, tidaklah beriman kalian sampai aku kalian cintai melebihi kecintaan kalian kepada orang tua, anak-anak, dan manusia seluruhnya”.[2].

Ibnu Rajab berkomentar tentang hadits cinta kepada Nabi Muhammad: “Standar iman adalah cinta kepada Rasulullah Muhammad, karena Allah telah menyenandingkan cinta kepada-Nya berbanding sama dengan cinta kepada beliau, dan Allah telah menjadikan prioritas utama cinta kepada beliau jauh melebihi cinta kepada sanak keluarga, harta, tanah air, dan cinta-cinta yang natur lainnya. Kalamullah; “Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik””. [3]. Umar bin Khattab suatu hari menyatakan cintanya kepada rasul; “Demi Allah, engkau aku cintai melebihi segalanya kecuali kepada diriku. Rasul jawab; belum cukup wahai Umar, sehingga kamu mencintaiku melebihi dirimu. Umar patuh; Demi Allah, detik ini engkau kucintai melebihi diriku. Rasul; Baru sekarang wahai Umar”.[4].

Memperingati dan merayakan hari lahir (maulid) Nabi berarti memberikan penghargaan kepada beliau. Dan menghargai beliau adalah perintah yang sudah Qat’i (tanpa diragukan) dalam syaria’t/agama ini. Bukankah Allah sering memberitahukan betapa tinggi martabat nabi dan oleh karena nama dan sir beliau alam ini punya nilai dan harga. Karena diutusnya nabi Muhammad serta istimewanya maqam beliau, alam segajat dalam kegembiraan abadi dibawah naungan nur Allah.

Sejak abad IV dan V Hijriah, para salafussalih (ulama-ulama terdahulu) telah merintis peringatan maulid nabi Muhammad SAW. dengan cara menghidupkan malam kelahiran beliau dengan berbagai rutinitas ibadah; memberi makan, tilawah Qur’an, zikir, menyenandungkan syai’r-syair pujian kepada Nabi. Sejarah awalnya maulid nabi ini dapat dijumpai dalam beberapa kitab sejarah yang cukup valid, yang ditulis oleh tokoh-tokoh terpercaya. Seperti Ibn al-Jauzi, Ibn Katsir, al-Hafidz bin Dahya al-Andalusy, al-Hafidz ibn Hajar, dan Jalaluddin as-Suyuty.

Dan para ulama telah banyak mengarang kitab seputar perayaan maulid Nabi, sambil mengikutkan dalil-dalil shahih tentang mustahabnya (terpujinya) peringatan itu. Sampai-sampai tidak ada cut-meng-cut, saking kuatnya dalil-dalil itu. Ibnu al-Haj dalam kitabnya, al-Madkhal, berkomentar, bahwa peringatan maulid melahirkan hal-hal positif. Perlu diketahui, bahwa Ibnu al-Haj adalah yang paling lantang menentang perkara-perkara bid’ah; perkara yang tidak ada sumber dalil syar’i.

Jalaluddin as-Suyuty dalam kitabnya, Husnul Maqsad Fi Amalil Maulud, menjawab pertanyaan seputar maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awal; “Apa hukumnya dalam pandangan syar’i/agama? Apakah perayaan itu terpuji atau tercela? Apakah ada pahala bagi yang memperingatinya?. Beliau (As-Suyuty) menjawab; jika peringatan maulid nabi adalah berkumpulnya masyarakat, lalu membaca beberapa ayat Qur’an, dan meriwayatkan beberapa hadits tentang perjuangan beliau, kemudian menyertakan beberapa ayat yang menyinggung kelahiran beliau, terakhir ada hidangan yang dimakan dalam acara itu, selanjutnya masyarakat itu bubar tanpa ada yang dilebih-lebihkan dari yang tad-tadi, maka peringatan maulid nabi itu adalah bid’ah yang baik (catatan: ada juga bid’ah yang buruk). Dan karenanya, maka perbuatan itu berpahala. Karena dalam rangkaian acara itu, terdapat pengagungan atas martabat Nabi Muhammad SAW., menimbulkan kegembiraan dan kecintaan kepada beliau, serta berbahagian dengan kelahirannya.”.

As-Suyuty juga membantah perkataan “tidak diketahui sumber jelas atas maulid dalam Qur’an dan Hadits” dengan berkata; “tidak tahu akan sesuatu, tidak berarti tiadanya sesuatu itu”. Perlu diketahui, bahwa Ibnu Hajar sendiri mengatakan bahwa maulid nabi mempunyai sumber jelas dalam hadits. Sedangkan as-Suyuty justru menambahkan, bahwa bid’ah yang tercela itu jika tidak berdasarkan dalil syar’i menyangkut dalil-dalil pujian. Adapun jika berdasarkan dalil-dalil pujian, maka tidak bisa dikatakan tercela.

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi’i; “Hal-hal yang muhdatsah (baru diada-adakan) terbagi dua, pertama; jika perbuatan baru yang bertentangan dengan Qur’an, Sunah, Atsar, dan Ijma, maka itulah bid’ah yang buruk. Kedua; dan jika perbuatan baru dari kebaikan selama tidak bertentangan dengan yang telah disebutkan, maka itu terpuji. Umar bin Khattab sendiri dalam mengomentari salat tarawih, berkata; inilah sebaik-baik bid’ah. Maksudnya, bahwa itu perbuatan baru tapi tidak tercela, jika tercela maka tentunya akan ditentang habis-habisan waktu itu”.

As-Suyuty berkata; “peringatan maulid nabi tidak bertentangan dengan Qur’an, Sunah, Atsar, dan Ijma’. Dengan demikian, maka perbuatan itu tidak tercela, sebagaimana yang dianulir oleh Imam Syafi’i. Justru, peringatan itu termasuk sebuah kebaikan yang tidak dikenal dimasa awal-awal Islam. Bukankah memberi makan secara ikhlas adalah sebuah kebaikan? Nah, itu berarti, peringatan maulid adalah bid’ah yang terpuji. Senada dengan apa yang dikatakan oleh al-‘Iz bin Abd as-Salam Sultan al-Ulama( beliau digelari rajanya para ulama)”.

Sedangkan berkumpulnya masyarakat demi menimbulkan syi’ar lahirnya sosok agung adalah perbuatan sunah dan ibadah. Karena lahirnya beliau adalah karunia paling besar bagi alam semesta. Dan syari’at mendukung segala perbuatan yang berdasarkan kesyukuran atas karunia Allah. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Ibn al-Haj dalam al-Madkhal; “karena pada bulan ini, Allah telah memberikan nikmat kepada kita dengan lahirnya tokoh besar yang disegani para orang-orang terdahulu, serta dielu-elukan oleh orang-orang setelahnya. Maka wajar bila kita mempersembahkan amal tambahan dibulan ini; ibadah dan kebaikan, demi rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas karunia yang istimewa ini”.

Adapun sumber dalil yang dijadikan oleh Ibn Hajar demi mengokohkan maulid nabi ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim; “Nabi ketika hijrah ke Madinah, didapatinya orang-orang Yahudi puasa di hari Asyura. Dengan alasan bahwa hari itu Firaun di tenggelamkan, dan nabi Musa diselamatkan. Maka puasa ini sebagai rasa syukur kami. Kata orang-orang Yahudi. Ibnu Hajar mengomentari; “hadits itu memberikan isyarat, bahwa sahnya perbuatan syukur di hari-hari tertentu karena nikmat atau karena terhindar dari bahaya dan lalu menjadikan itu rutinitas tahunan. Rasa syukur itu bisa dilakukan dengan cara; bersujud syukur, puasa, sadaqah dan tilawah Qur’an. Pertanyaannya, apakah yang lebih istimewa dari karunia dilahirkannya Nabi Muhammad SAW di hari itu?”.

Ibnu Hajar lebih menguatkan lagi tentang perayaan maulid ini, sebagaimana katanya; “hendaknya kita membatasi diri dalam koridor rasa syukur kepada Allah pada peringatan maulid itu, dengan cara membaca Qur’an, memberi makan, mendendangkan qasidah pujian kepada Nabi dan nasyid-nasyid yang menggetarkan jiwa dan lalu semangat berbuat kebajikan. Selama perbuatan itu demi rasa syukur lahirnya Nabi, maka tidak ada salahnya jika kita melakukannya”.

As-Suyuty menukil perkataan al-Hafidz Syamsuddin Ibn al-Jauzy dari kitabnya, Urfutta’rif Bil Maulud as-Syarif; “bahwa Abu Lahab diringankan azabnya di neraka setiap malam senin. Karena dia memerdekakan budaknya, Tsuwaibah, setelah budaknya itu mengabarkan berita yang membuatnya sangat gembira, karena lahirnya Nabi Muhammad SAW. Kalau saja Abu Lahab yang kafir, sosok yang sudah dicela oleh Qur’an perbuatannya, masih diringankan siksaannya, karena gembira pada malam lahirnya nabi, lalu bagaimana halnya jika yang bergembira itu adalah seorang muslim, seorang yang meng-Esa-kan Tuhan, seorang pengikut nabi Muhammad? Demi Allah, tiada balasannya kecuali Allah akan masukan dia dalam surga”.

Bersyair indah al-Hafidz Syamsuddin ad-Dimisqy dalam kitabnya, Maurid as-Shady Fi Maulud al-Hady;

Jika saja si kafir yang telah dicela dan telah ditetapkan masuk neraka jahim sekekal-kelanya.

Diringankan siksanya setiap hari senin selama-lamanya, hanya karena bergembira atas lahirnya Ahmad.

Lalu bagaimana nasibnya seorang hamba yang setiap umurnya berbahagia dengan lahirnya Ahmad dan lalu mati dalam aqidah yang benar. [5].

Mufti Mesir, Ali Jum’ah ikut mendukung maulid nabi dengan berkata; “Bisa juga kita menjadikan firman Allah; “dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” [6]. Sebagai dalil perayaan maulid nabi. Karena tanpa diragukan lagi bahwa maulid nabi adalah salah satu dari hari-hari Allah. Dengan sendirinya, maka merayakan maulid nabi adalah mengejewantahkan perintah Allah. Kalau demikian halnya, maka peringatan itu bukan bid’ah. Bahkan terhitung sunah yang baik, kendatipun tidak pernah diadakan pada masa Rasulullah Muhammad SAW. [7].

Kita hendaknya ikut mengambil andil dalam perbuatan baik (maulid nabi) ini. Karena kita sangat mencintai Rasulullah. Bagaimana kita tidak mencintai beliau, sedangkan seluruh alam semesta sangat mencintainya. Bukankah kita makhluk hidup sedangkan pokok pohon kurma adalah benda mati, tapi dia menangis tersedu-sedu saking rindu dan cintanya kepada beliau. “Nabi khutbah berdiri dan menjadikan pokok pohon kurma sebagai sandaran, dan ketika nabi sudah lama berdiri, maka nabi meletakkan tangannya di pokok pohon kurma itu. karena semakin banyaknya jama’ah. Maka para sahabat membuatkan mimbar khutbah bagi Nabi. Suatu hari ketika nabi hendak berkhutbah dan menuju mimbar, melewati pokok pohon kurma, spontan pokok pohon itu menangis tersedu-sedu, sampai mesjid terguncang, dan pokok pohon itu mau terbelah, sambil terus menangis sekencang-kencangnya. Lalu Nabi turun dari mimbar dan mengelus-ngeluskan tangannya pada pokok pohon itu, lalu nabi merangkulnya, sahingga dia tanang dan terhenti dari tangisnya. Kemudian nabi memberikan dia pilihan; mau jadi pohon di surga yang akar-akarnya sampai ke sungai-sungai surga, atau menjadi pohon yang berbuah di dunia. Langsung saja pohon tersebut menjatuhkan pilihannya pada yang pertama. Kemudian Nabi berkata kepadanya; Aku akan lakukan insya Allah (sampai tiga kali nabi mengucapkannya). Lalu pohon itu menjadi tenang. Nabi kemudian berkata; Demi jiwaku ditangan-Nya, jika aku tidak memperdulikannya, maka dia akan menangis sampai hari kiamat karena rindunya kepada Rasulullah SAW.”[8].

Mufti Mesir, Ali Jum’ah dalam fatwanya mengatakan; “jika para ulama, yaitu Ibnu Hajar, Ibnu Jauzy, Suyuty, dan selain mereka, telah dengan jelas mendukung maulid Nabi. Juga bukti sejarah, bahwa maulid dirintis di Abad V Hijriah, maka kami memfatwakan; mustahabnya (terpuji) peringatan maulid Nabi karena sesuai dengan perbuatan umat (orang banyak) dan didukung oleh para ulama. Dengan catatan, bahwa peringatan itu tidak keluar dari ibadah; tilawah Qur’an, zikir, dan memberi makan. Jangan sampai peringatan maulid nabi menjadi ajang perbuatan-perbuatan tercela”. [9].

Aqulu Qauli Hadza Wa Astagfirullaha Li Wa Lakum

Salam,

*disarikan dari beberapa sumber. Mohon kritikan bila ada salah. :)

Admin:

Disalin dari Miling List GM2020

 

0 comments:

Gorontalo Corner

Recents

Latest Comments

Institut Pertanian Bogor terkini

Eramuslim- Nasional

Template by : Faizal Kasim
RMGB Blog is Powered by Blogger-Image Hosting By TinyPic